Sabtu, 15 Oktober 2016

IKTILAF; Aliran Tekstual dan Kontekstual

Timbulnya  Iktilaf (perbedaan pendapat) diantara para ulama dalam memahami AQ dan hadist disebabkan oleh :
a.     Ayat AQ dapat mengandung banyak makna
b.     Hadis beredar dari mulut ke mulut selama hampir dua ratus tahun di antara perawi hadis, sehingga dalam penulisannya memungkinkan terjadinya ketidaksempurnaan.
c.     Kecerdasan, pengalaman dan sosio-kultural para ulama yang berbeda, menyebabkan berbeda dalam menafsirkan ayat AQ dan hadis, serta berbeda dalam menyusun metode Ijtihad.
Contoh :
1)    Huruf dalam AQ yang mengandung banyak arti/fungsi dan tergantung konteksnya, antara lain huruf "fa", "waw", "aw", "illa" dan "hatta" .  Sebagai contoh, huruf "fa" mengandung dua fungsi, yaitu berfungsi "li tartib dzikri" (susunan dalam tutur kata) dan berfungsi "li tartib haqiqi" (susunan menurut kenyataan).
2)   Perbedaan dalam memahami lafaz perintah dan larangan
·         Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu” (QS17;79). Para ulama ada yg memandang bahwa itu adalah wajib (mazhab Zhahiri), dan ada yg memandang sunnah (jumhur ulama).
·          “Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (QS.62:10)

3)  Perbedaan dalam memahami hadis
·         Potong tangan bagi pencuri
·         Cara membersihkan najis di badan.
·         Syarat shalat di Jama’ dan qashar.
·         jari bergerak ketika tahiyat.

Jalan sufi hanya mengungkapkan bahwa di balik perbedaan syariat itu, terdapat persamaan tarekat dan hakekat.
Ikhtilaf tidak dapat dihindarkan. Yang dapat dihindarkan adalah khilaf.

Jika paradigma fiqih memandang ikhtilaf sebagai pertentangan antara kebenaran dan kebatilan, paradigma akhlak melihat ikhtilaf sebagai peluang untuk memberikan kemudahan dalam menjalankan agama.

QS.Al-Baqarah 185 : Allah menghendaki kemudahan, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.
QS.Al-Hajj 78 :  Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
Jangan menilai keimanan seseorang dari mazhab yang dianut, tapi lihatlah akhlak dan amalnya, serta seberapa besar konstribusinya bagi kemaslahatan umat.

ALIRAN TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL
Di kalangan para sahabat, ada dua aliran, yaitu aliran tekstual dan aliran kontekstual.
Aliran tekstual adalah memahami teks-teks agama sesuai dengan yang tertulis dalam teks tersebut, sementara aliran kontekstual adalah memahami agama dengan melihat kepada makna dan tujuan daripada teks-teks tersebut.
Dengan kata lain, aliran tekstual adalah memahami apa yang tersurat, sementara aliran kontekstual adalah memahami apa yang tersirat.
Tokoh aliran tekstual di kalangan sahabat Nabi SAW adalah Sayyidina Abdullah bin Umarra, Sementara tokoh aliran kontekstual adalah istri Nabi Muhammad SAW, Ummul Munin Aisyah, dan muazin Nabi, Bilal bin Rabah RA.
Abdullah bin Umar selalu melakukan apa yang dilakukan Rasulullah SAW, bahkan apabila Nabi SAW berteduh di bawah pohon atau duduk di atas sebuah batu. Pengikut aliran tekstual cenderung ingin mengikuti perilaku Rasulullah SAW sesuai apa adanya tanpa mencari maksud dan makna filosofisnya.

Sementara, pengikut aliran kontekstual cenderung lebih mengembangkan perintah-perintah agama itu dengan konteks kekinian.


Memahami Teks Perintah & Larangan Dalam Alquran Maupun Hadis
Memahami Alqur'an maupun hadis tidak bisa hanya secara tekstual (harfiah), tapi harus kontekstual (maknawiah). Serta memahami ilmu tata bhs Arab (Nahwu, Shorof, Balaghoh), Asbabul Nuzul/Wurud, dsb.
Terkait PERINTAH (al-Amr) maupun LARANGAN (al-Nahyu) dalam teks-teks AQ maupun hadis, penting untuk tahu hakekatnya.  Krn banyak lafal2 yang Mujmal (pengertian blm tegas) atau bersifat Musytafak (pengertian global).  
Tidak Semua Fiil Amr (Kata Perintah) Itu Wajib Mutlak Hukumnya
Dlm ilmu Bahasa Arab,  Tidak semua kata perintah itu wajib mutlak hukumnya. Dilihat dari segi bentuknya, maka kalimat perintah (shiyagh al-Amr) dapat dibagi empat, yakni:
a.  Fi’il Amr ; Bersifat mutlak. (mis: Dirikanlah shalat…, Diwajibkan atas kamu berpuasa…)
b.  Fi’il Mudhari’ : Ini anjuran.  (mis: Hendaklah ada diantara kamu ...)
c.  Isim Mashdar : Bersifat informasi ttg perintah (mis: Dan Tuhanmu telah Memerintahkan…)
d.  Isim fi’il al-Amr, maksudnya adalah lafal yang berbentuk isim, namun diartikan dengan fi’il

Tingkatan Kata Perintah
Ada banyak kata kerja perintah (fiil amr) di dlm AQ dan hadis, tapi tingkatannya berbeda.  Macam2 makna kalimat perintah (al-Amr ) :
a.  Bersifat ancaman (tahdid). Misal: Diwajibkan atas kamu …
b.  Bersifat menganjurkan (nadb). Misal : Hendaklah kamu …
c.  Bersifat petunjuk (irsyad). Misal:  Apabila kamu … maka hendaklah …
d.  Bersifat kebolehan (ibahah). Misal : …Makanlah kamu dan minumlah kamu…
e.  Mempersilahkan (takrim). Misal: Masuklah ke dalam surga
f.  Untuk melemahkan (ta’jiz).  Misal:  Maka datangkanlah satu surat yang seperti …
g. Untuk mendustakan (takzib). Misal: Tunjukkanlah bukti …
h. Untuk permohonan. Misal: Berikanlah kami …

Jadi tidak semua kata perintah (fiil amr) itu wajib mutlak hukumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar